MENGENAL PERTUMBUHAN JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK

Jumat, 09 April 2021

PAUD-Anakbermainbelajar-----Anak berkembang dan mengalami berbagai pertumbuhan di berbagai aspek phisik dan phisikisnya. Pemahaman anak terhadap agama di lingkungannya, juga mempengaruhi kemampuannya untuk berkembang sesuai dengan jiwa keagamaan pada diri anak tersebut. Di sekolah maupun di rumah, peran orang tua dan guru sangat menentukan, sejauh mana anak menerima dengan kemampuan dan perkembangan pikiran merek tentang konsep agama dan Ketuhanan sesuai dengan agama yang mereka anut. 

A.Pengertian Ilmu Jiwa Agama

Ilmu jiwa agama atau psikologi agama berasal dari kata ilmu (logos) dan agama. Yang dimaksud dengan ilmu yaitu pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah (metode ilmiah), dimulai dengan berfikir rasional, teoritis dan dibuktikan berdasarkan kenyataan di lapangan (empiris). Pengertian Jiwa (psyche) adalah gejala-gejala jiwa yang nampak dalam bentuk perilaku. Gejala jiwa tersebut misalnya berfikir, perasaan (emosi), sikap, minat, motivasi, perhatian, tanggapan, dan lain sebagainya. Psikologi  agama  merupakan  cabang  psikologi  yang  meneliti  dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing. Upaya untuk mempelajari tingkah laku keagamaan tersebut dilakukan melalui pendekatan psikologi. Penelaahan tersebut merupakan kajian empiris. Agama adalah mempercayai adanya kekuatan kodrat yang maha mengatasi , menguasai, menciptakan dan mengawasi alam semesta dan yang telah menganugrahkan manusia suatu watak rohani, supaya manusia dapat hidup abadi sesudah mati (N. Razak, 1981). Agama Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada para rasul-Nya, sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad SAW. Dari seluruh ajaran yang dibawa para Rasul yang berlaku adalah agama yang dibawa nabi terakhir yaitu nabi Muhammad SAW seperti tercantum dalam Al-Qur'an dan Sunnah yang shohih berupa perintah, larangan dan petunjuk untuk kesejahteraan ummat manusia di dunia dan di akhirat.



Ilmu jiwa agama yakni ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut tata cara berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya. unsur jiwa dalam konsepsi tasawuf tidak berarti mengabaikan unsur jasmani manusia. Unsur ini juga penting karena rohani sangat memerlukan jasmani dalam melaksanakan kewajibannya dalam beribadah kepada Allah. Seorang tidak mungkin sampai kepada Allah dan beramal dengan baik dan sempurna selama jasmaninya tidak sehat. 

Ilmu jiwa agama mempelajari manusia dengan pendiriannya terhadap terhadap agama, atau manusia beragama yang hidup dan berinteraksi dengan lingkungannya, seperti pengaruh iman dengan tingkah laku manusia, pengalaman keagamaan, hukum-hukum umum yang menerangkan mekanisme tingkah laku manusia, kepribadian seseorang yang beragama dan gejala empiris lain dari kehidupan orang yang beragama. Obyek psikologi agama adalah gejala kehidupan beragama yang dapat dihayati atau yang dapat diamati secara manusiawi, yaitu antara lain, cara berhubungan dengan Allah, penyerahan diri kepada Allah, motivasi, pikiran, perasaan dan yang berhubungan dengan perilaku keagamaan. Psikologi agama tidak memperlajari tentang zat Allah, wahyu, malaikat, jin, setan, roh dan semua konsep kerohanian yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindra.

Berbicara perkembangan jiwa agama pada seseorang pada umumnya ditentukan  oleh  pendidikan,  pengalaman  dan  latihan-latihan  yang dilaluinya pada masa kecilnya  dulu. Seorang yang pada waktu kecilnya tidak pernah mendapatkan pendidikan agama, maka pada masa dewasanya nanti, ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya. Lain halnya dengan orang yang di waktu kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman agama, misalnya ibu-bapaknya orang yang tahu beragama,  lingkungan sosial dan teman-temannya juga hidup menjalankan agama, ditambah pula dengan pendidikan agama, secara sengaja di rumah, sekolah dan masyarakat. Maka orang-orang itu akan dengan sendirinya mempunyai kecenderungan kepada hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama dan dapat merasakan  betapa nikmatnya hidup beragama.


B. Perkembangan Jiwa Anak Umur 1 - 12 tahun


1. Masa Balita (1-5 tahun )

Pada masa ini anak mulai mengembangkan dirinya mengenal dan menguasai sekelilingnya dengan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Anak mulai berkhayal; kursi digunakan sebagai mobil-mobilan, sapu sebagai kuda-kudaan.

b. Anak mulai meniru sikap perilaku orang lain, meniru tangis orang, meniru orang menyanyi, menari, sering dikatakan anak sedang lucu-lucunya.

c. Ia mulai dapat membedakan dan membandingkan ukuran, keindahan/kebagusan : Yang kecil, lebih kecil dan terkecil. Yang indah, lebih indah dan terindah

d. Anak mulai mengerti batasan-batasan yang diberikan oleh orang lain (boleh tidak, baik buruk dan sebagainya).

e. Anak kemudian masuk dalam masa bertanya: Apa ini ? Apa itu, mengapa, bagaimana. Meskipun sudah dijelaskan masih bertanya terus. Suka menagih janji yang tidak ditepati.

f. Anak berpusat pada akunya (egosentrik).

g. Mengaggap semua barang menjadi miliknya, minta selalu diperhatikan dan dilayani. Mementingkan diri sendiri tidak mau mengalah, suka merebut. Masa ini disebut juga masa bandel, masa kemratu-ratu (seperti ratu), masa krisis, karena pendiriannya sukar dipeggang, berubah-ubah dan suka menentang. Secara tidak sadar tidak mau mandi pada waktunya, dan bermain pada saat tidur siang. Dikenal sebagai masa persiapan masuk sekolah.

h. Perkembangan berikutnya, anak tidak sabar menunggu pelaksanaan janji, misalnya masalah pemberian hadiah, ajak pergi piknik, ia akan menanyakan kapan dan selalu menagih.

i. anak tidak terlalu menghiraukan pertentangan dan seolah-olah tidak ada dendam, habis berkelahi langsung berdamai.


2.  Masa Anak Memiliki Perasaan Tajam/Intuisi (5-7 tahun)   

Pada masa ini anak memiliki perasaan tajam atau intuisi di usia 5-7 tahun, dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Bahasa sosial mulai berkembang, ia sudah mampu berbicara dengan ibunya, temannya, bahkan dengan bonekanya.

b. Bahasa dipergunakan sebagai alat berkomunikasi dengan orang lain, ia mulai mampu bertanya jawab. Mulai mampu bertanya : Apa itu bu ? Mengapa api panas, dan seterusnya. Tetapi ia mampu menjawab pertanyaan, misalnya : bila ditanya namanya.

c. Khayalan masih terus berkembang

d. Berbicara dengan bonekanya dan senang mendengarkan dongeng, bercerita-cerita khayalan dan bohong-bohongan.

e. Mulai mengerti dan mengenal simbol huruf, angka dan tanda-tanda misalnya 2 = jumlahnya dua

f. Mampu membedakan ukuran, warna yang berlawanan. Besar lawannya kecil.

g. Mulai berfikir logis (wajar), akal dan pikiran sehat mulai berkembang 2+2=4. Pisang 3 buah dibagi kepada 3 temannya.


3.  Masa berpikir konkrit (berdasarkan kenyataan 6-12 tahun.

Masa perpikir konkrit ini berdasarkan kenyataan 6-12 tahun dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Mampu bekerja sendiri, melaksanakan dan menyelesaikan kebutuhannya sendiri misalnya memakai baju sendiri, makan sendiri dan seterusnya.

b. Mampu memcahkan masalah, misalnya berusaha memperbaiki mainannya yang rusak, memilih baju.

c. Mulai mampu membedakan sifat-sifat benda, misalnya gula itu manis, kopi pahit, garam asin.

d. Mampu mengolong-golongkan ini rumah, ini taman, laki-laki atau perempuan

e. Mulai memiliki dan mengenal dasar norma peraturan yang berlaku, misalnya bila tidak belajar akan dimarahi ibu.

f. Mulai mampu berdiskusi : mangapa manusia perlu makan, mengapa perlu tidur siang, mengapa bangun harus tepat waktu.

g. Mulai mampu menciptakan suatu kreasi/sesuatu mainan, misalnya : membuat mainan sendiri, membuat mainan melipat-lipat kertas, membuat sesuatu dari tanah liat.

h. Mulai mampu berfikir wajar, menyusun kalimat yang betul, meminta makan pada waktunya. Mengamati dan menanyakan benda-benda sekelilingnya secara teliti. Berfikir secara logis mengapa benda bisa jatuh. Kadang-kadang mempertanyakan kebenaran cerita-cerita/dongeng-dongeng yang pernah didengarnya.


C. Pertumbuhan Jiwa Keagamaan Pada Anak

1. Pengalaman Ketuhanan Bersifat Afektif, Emosional dan Ego -sentris

Pertumbuhan jiwa agama pada diri anak bersamaan dengan kesadaran anak mengenal alam sekitar, yaitu melalui hubungan emosional secara otomatis dengan orang tuanya, anggota keluarga yang lain. Hubungan emosional yang diwarnai kasih sayang, kemesraan antara orang tua dan anak-anak menimbulkan proses identifikasi bagi anak, yaitu proses penghayatan dan peniruan secara tidak sepenuhnya disadari anak terhadap perilaku orang tua. Orang tua merupakan tokoh idola bagi anak.

Sehingga apa yang diperbuat orang tua akan ditiru oleh anak. Anak menghayati Tuhan lebih dari sebagai pemuas keinginan dalam khayalan yang bersifat egisentris. Pusat segala sesuatu bagi anak adalah dirinya sendiri, sesuai dengan kepentingan, keinginan dan kebutuhan biologis anak. Anak kalau disuruh berdoa, ia akan berdoa untuk kepentingan dirinya sendiri, misalnya memohon kepada Tuhan agar diberi mainan, makanan, dan kebutuhan biologis yang bersifat kongkret dan sifatnya segera.

Oleh karena itu dalam penanaman keagamaan kepada anak hendaknya ditekankan pada pemuasan kebutuhan afektif.  Menanamkan jiwa keagamaan (agama Islam) pada diri anak dengan meningkatkan penghayatan bahwa Tuhan Maha Esa, Maha Pemberi rezeki (makanan, pakaian, dan kenikmatan lain). Tuhan Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pelindung, Pemberi Rasa Aman dan Tentram, dan Pemuas kebutuhan alam perasaan anak. Penanaman jiwa keagamaan tersebut juga berlaku di sekolah taman kanak-kanak yang dilakukan oleh guru TK. Latihan menghafal doa-doa, ibadah, dan penanaman kegiatan keagamaan yang lain dilakukan dalam rangka menanamkan emosi keagamaan anak. Oleh karena itu orang tua dan guru disekolah harus bersikap sebagai orang yang pengasih, penyayang, pelindung, pemuas kebutuhan emosional anak.

2. Keimanan bersifat magis, Anthropomorphis berkembang kearah Realistis.

Keimanan anak kepada Tuhan belum merupakan keyakinan yang bersifat obyektif, tetapi lebih merupakan bagian dari kehidupan alam perasaan yang berhubungan erat dengan kebutuhan jiwa akan kasih sayang, rasa aman, dan kenikmatan jasmaniah. Tuhan dihayati secara konkret sebagai pelindung, pemberi kasih sayang dan pemberi kekuatan Gaib. Kadang-kadang anak mempercayai seseorang yang mempunyai kekuatan gaib, benda magis, karena mendapatkan dari Tuhan, yang dapat digunakan untuk menangkal bahaya, pembawa ketentraman, pelindung diri, pengasihan, dan lain sebagainya. Anak ingin mempunyai kekuatan seperti mukjizat yang pernah diterima para Nabi dan Rasul yang dapat digunakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan dan keinginannya yang bersifat egosentris, konkrit dan segera. Anak menginginkan kekuatan dan keistimewaan tersebut tanpa usaha yang ulet dan tabah. Ajaran keimanan yang diberikan orang tua dan guru belum benar-benar dihayati dan belum merupakan bagian dari pusat pemikirannya. Penermaan akan adanya Tuhan dapat menenangkan jiwanya dan menimbulkan kesiapan anak menghadapi tantangan dari lingkungan.

Dengan bertambahnya umur anak, pemikiran anak yang bersifat tradisional konkrit beralih pada nilai wujud atau eksistensi hasil pengamatan. Pemikiran ketuhanan makin menuju pada kebenaran yang diajarkan orang tua dan guru. Pengamatan kepada Tuhan yang tadinya bersifat konkrit emosional menjadi cara menanggapi bahwa Tuhan sebagai pencipta dan Pemelihara. Hubungan dengan Tuhan mulai disertai dengan pemikiran dan logika. Tuhan selain mencipta dirinya juga mencipta alam semesta dan semua isinya, serta melimpahkan rahmatnya kepada semua makhluk. Dengan kepercayaan bahwa rahmat Tuhan tidak terbatas, dapat menjadikan anak mampu mengadakan hubungan yang harmonis dengan dunia luar. Anak mulai benar-benar beriman dan mulai tertarik bahwa Tuhan sebagai pencipta alam semesta.

Sejalan dengan fungsi kognitif anak, dalam mengamati sesuatu bersifat physiognomis yaitu menganggap sesuatu mempunyai kehidupan spritual denga dilanjutkan dengan personifikasi yaitu memanusiakan seseuatu yang bukan manusia. Kecendrungan personifikasi ini dapat membawa sianak pada tanggapan anthropomorphis terhadap Tuhan. Tuhan diberi ciri seperti manusia. Kalau guru mengatakan Tuhan Maha Melihat, anak akan membayangkan betapa besarnya mata Tuhan. Baru setelah anak mampu berfikir abstrak dan logik anak akan memahami bahwa Tuhan itu tidak dapat ditangkap oleh pancaindra dan tidak mungkin dibayangkan oleh khayalan fikiran. 

3. Peribadatan Anak Merupakan Tiruan dan Kebiasaan Yang Kurang Dihayati

Anak yang sebelumnya perhatiannya tertuju pada dirinya, mulai umur 6 - 12 tahun lambat laun mulai tertuju pada dunia luar terutama para orang-orang yang ada disekitarnya. Anak mulai menjadi makhluk sosial, mulai mematuhi aturan-aturan, tata krama, sopan santun dan tata cara bertingkah laku sesuai dengan lingkungan di rumah dan di sekolah. Pada usia 6-12 tahun ini tumbuh sosialisasi, disiplin dan kesadaran moral anak. Dengan penanaman moral agama dan disiplin, perhatian anak pada kehidupan beragama makin kuat. Penanaman keIslaman, imanan, ibadah, syariah, dan akhlak Islam, tidak lagi merupakan khayalan, tetapi merupakan keharusan moral yang dibutuhkan untuk mengekang diri dari perbuatan yang dilarang dan mendorong untuk melakukan kebaikan dan kebenaran sesuai dengan yang diperintah agama. Tuhan tidak hanya dianggap sebagai pemuasan emosional, tetapi juga sebagai hakim Yang Maha Adil sebagai keharusan dalam kehidupan bermoral. Semua ibadah seperti membaca syahadat, sholat, puasa dan berdoa yang bermula meniru orang tua dan guru lambat laun dilakukan dengan penghayatan dan dilakukan dengan kesungguhan. Pada akhirnya anak beragama, beribadah dan berdoa benar-benar mencari ridho Allah dan akan memohon pertolongan Allah dalam menghadapi berbagai kesukaran yang dihadapi. Anak akhirnya meyakini bahwa kehidupan yang terbaik adalah orang mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangannya, dan ia akan berusaha menyesuaikan dirinya denga ajaran dan kehendak Allah SWT.     

Demikianlah tentang pertumbuhan jiwa keagamaan pada anak. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk memahami perkembangan anak, terutama dari segi pertumbuhan jiwa keagamaan pada anak. Terimakasih sudah berkunjung di blog PAUD_Anakbermainbelajar ini, semoga sukses selalu.

Sumber Gambar: Foto Koleksi Pribadi !

Sumber : Dirangkum dari berbagai sumber

Referensi :

Jalaluddin. 2012. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers.

John W Santrock, 2007, Perkembangan Anak, Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 

Ramayulis. 2002. Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia.

Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.




21.30.00

0 komentar: