JANGAN BUNUH KHAYALAN ANAK DALAM DONGENG DAN CERITA

Kamis, 20 Maret 2014

Sudah saatnya kita melakukan perubahan, perubahan berfikir kreatif yang selama ini masyarakat kita miliki yang ternyata dimulai dari kemampuan berfikir imajinatif yang salah. Kesalahan ini diwariskan dari generasi ke generasi hingga anak-anak kita sekarang. Hingga yang terbentuk adalah generasi berfikir dangkal dan mau enak sendiri, serba instan saja.

Penyebabnya adalah kita selalu membunuh khayalan anak. Patronizing. Kita orang dewasa terlalu menganggap remeh anak-anak. Kita tidak pernah mau menerima dan memahami bahwa Anak dapat menarik interpretasi sendiri dengan kreatif dan imajinatif.

Salah satu kehebatan cerita dan dongeng di buku adalah kita bisa mengkhayal. Jika diceritakan tentang seorang yang tinggi dan besar, maka apa yang ada di kepala anak akan berbeda. Demikian juga deskripsi tentang lingkungan yang ada juga dapat berbeda jauh. Berbeda dengan film, yang mana apa yang ditampilkan di sana merupakan visualisasi sudut pandang dari pembuat filmnya saja.

Perbedaan visualiasi ini mungkin justru yang membuat seseorang anak menyukai (atau membenci) sebuah cerita. Mungkin apa yang diceritakan itu nyambung dengan perjalanan hidupnya, yang ketika itu sedang bergembira ria (atau berduka). Perbedaan visualisasi ini terkait dengan latar belakang sang pembaca. Orang yang berasal dari lingkungan terdidik di luar negeri mungkin akan mudah menangkap cerita yang estetik, futuristik, terbang ke luar angkasa. Sementara yang lingkungannya seperti kita mungkin lebih mudah menerima cerita mistik dan hantu. hehehe...

Ada yang menarik perhatian yaitu perbedaan dalam cara orang Barat kreatif dan orang Indonesia bercerita kurang kreatif. Dalam dongeng dan cerita anak di Barat, seringkali tidak semuanya diceritakan secara harfiah. anak diharapkan mengisi sendiri dengan interpretasinya. Misalnya seekor Singa yang menunggu lamaaa sekali. Maka yang ditampilkan adalah seekor Singa yang kusut penampilannya. Gelisah. Duduk. Rebahan. Ada beberapa tulang di dekat situ. Dengan puluhan ekor lalat dan burung bangkai mengitarinya. Sementara cara orang Indonesia bercerita atau mendongeng beda lagi; langsung Singanya dan dia berkata “aku sudah menunggu lama di sini”. (begitu monoton, langsung dan instan).

Cara pendongeng kita yang terakhir itu sangat menyebalkan. Membunuh khayalan anak, merusak kemampuan berfikir. Patronizing. anak tidak dipercaya dan dianggap tidak dapat menarik interpretasi sendiri? menurut saya ini "menyebalkan". Akhirnya akan dapat terbentuk watak-watak anak yang meniru tayangan aneh yang tidak logis, seperti difelem-felem dan senetron kita yang kebanyakan mistik mulu, Pak kiyai tinggal kebutkan surban atau lempar kopiah maka siluman dan hantu akan musnah; itu yang terbaca dan direkam dari "kata anak-anak"..? nah..lhoo????.

Dari: http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/.... terimakasih sudah berkunjug... salam kenal salam anak indonesia.



17.24.00

0 komentar: