PANDANGAN DASAR AHLI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Sabtu, 21 Desember 2013

1. John H. Pestalozzi

Pestalozzi sangat menekankan pada pengembangan aspek sosial sehingga anak dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu menjadi anggota masyarakat yang berguna. Pendidikan sosial akan berkembang jika pendidikan dimulai dengan pendidikan keluarga yang baik. Peran utama pendidikan sangat ditekan pada ibu yang dapat memberikan sendi-sendi dalam pendidikan jasmani, budipekerti dan agama.


Pandangan dasar Pestalozzi  yang pertama menekankan pada pengamatan alam. Semua pengetahuan pada dasarnya bersumber dari pengamatan. Pandangan mendasar Pestalozzi ini ternyata terbukti oleh penelitian peoples (1988) yang telah dikemukakan terdahulu bahwa 75% pengetahuan manusia diperoleh melalui pengamatan. Kembali pada pandangan Pestalozzi, pengamatan seorang anak pada sesuatu akan menimbulkan pengertian, bahkan pengertian yang tanpa pengamatan merupakan sesuatu pengertian yang kosong (abstrak). Pandangan kedua adalah menumbuhkan keaktifan jiwa raga anak. Melalui keaktifan anak akan mampu mengolah kesan pengamatan menjadi suatu pengetahuan. Keaktifan akan mendorong anak melakukan interaksi degan lingkungannya. Pandangan ketiga adalah pembelajaran pada anak harus berjalan secara teratur setingkat demi setingkat atau bertahap. Prinsip ini sangat cocok dengan kodrat anak yang tumbuh dan berkembang secara bertahap. Pandangan dasar tersebut membawa konsekuensi bahwa bahan pengembangan yang diberikan pada anakpun harus disusun secara bertingkat, dimulai dari urutan bahan yang termudah sampai tersulit, dari bahan pengembangan yang sederhana sampai yang terkompleks. 


2. Friederich Wilhem Frobel

Frobel merupakan salah seorang tokoh pendidikan anak yang banyak memberikan pengaruh dalam pemikiran baru (modern) dalam pengembangan anak usia dini, khususnya Taman Kanak-kanak. Walaupun ia banyak mempelajari visi kependidikan Pestalozzi, namun Frobel banyak memberikan ‘critical thinking’ pada sekolah Pestalozzi terutama dari segi kurangnya keterpaduan model pelaksanaan pembelajaran. Frobel lahir tahun 1782 di Oberweiszbach (Jerman). Pola pendidikan yang demokratis yang dikembangkannya banyak menimbulkan konfrontasi dengan pihak pemerintah sehingga ia dianggap sebagai pemberontak.

Pada tahun 1840, untuk merealisasikan cita-citanya Frobel meresmikan sebuah lembaga pendidikan yang diberi nama ‘Kindergarten’. Walaupun banyak tantangan (sampai-sampai ditutup lembaga pendidikan tersebut) tidak membuat Frobel patah semangat sehingga ia berniat untuk mengembangkan cita-citanya tersebut di Amerika. Namun sebelum cita-cita tersebut ia meninggal tahun 1852.

Pandangan dasar dari Frobel  pengembangan otoaktivitas merupakan prinsip utama. Anak didik harus didorong untuk aktif sehingga dapat melakukan berbagai kegiatan (pekerjaan) yang produktif. Prinsip kedua adalah kebebasan atau suasana merdeka. Otoaktivitas anak akan tumbuh dan berkembang jika pada anak diberikan kesempatan dalam suasana bebas sehingga anak mampu berkembang sesuai potensinya masing-masing. Melalui suasana bebas atau merdeka, anak akan memperoleh kesempatan mengembangkan daya fantasi atau daya khayalnya, terutama daya cipta untuk membentuk sesuatu dengan kekuatan fantasi anak.  Prinsip ketiga yang dikemukakan Frobel adalah pengamatan dan peragaan. Kegiatan ini dimaksudkan terutama dalam mengembangkan seluruh indra anak. Prinsip ini selaras dengan apa yang telah dikemukakan Pestalozzi terdahulu. Agar pembelajaran tidak verbalistik maka anak harus diberi kesempatan untuk melakukan pengamatan terhadap berbagai kondisi lingkungan alam di sekitar. Pada lingkungan alam yang jauh atau sulit untuk diamati maka dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip peragaan. Pendidik dapat meragakan hal-hal yang tidak mungkin diamati anak secara langsung, baik berupa lingkungan fisik, sosial maupun keagamaan.

Ide cemerlang pada alat permainan Spielformen dari Frobel  merupakan ide dasar yang sangat releven dengan pengembangan konsep “life skill” (life skill curriculum) yang sekarang banyak menjadi pusat perhatian para ahli pendidikan anak modern. Alat permainan ini memungkinkan anak memberdayakan bahan-bahan mentah di lingkungan sekitar menjadi sesuatu hal yang produktif, inovatif dan kreatif.

Disamping kaya pengembangan potensi individual, spielformen juga sangat menantang anak untuk bermain kooperatif (kerja sama) dengan teman-temannya sehingga menghasilkan sesuatu bangunan permainan yang baik. Interaksi antar anak ini akan memungkinkan terjadinya perkembangan potensi sosiabilitas diantara anak-anak. Dalam pendidikan Frobel mengembangkan dan menanamkan pada anak melalui pengamatan untuk menumbuhkan kecintaan  pada lingkungan sekitar, seperti tumbuhan dan binatang. Hal itu dilakukan dengan kegiatan bercocok tanam, berkebun serta memelihara binatang ternak. Semua bentuk pembelajaran Frobel di atas harus dilaksanakan dalam suasana yang dikenal dengan 3 F, yakni suasana Damai (Friede), Gembira (Freude) dan Merdeka (Freiheit).


3. Maria Montessori
 
Maria Montessori, seorang dokter wanita Italia pertama. Montessori  lahir di Chiaravalle, sebuah propinsi kecil di Ancona, Italia, pada tahun 1870. Reputasinya di bidang pendidikan anak dimulai setelah Montessori lulus dari sekolah kedokteran. Dia bekerja di sebuah klinik psikiatri Universitas Roma. Pekerjaannya tersebut menyebabkan dia berinteraksi langsung dengan masalah cacat mental.

Pemikiran Montessori yang berkaitan dengan anak cacat mental akhirnya ditindaklanjuti dengan pendirian Casai dei Bambini atau Children’s House di daerah-daerah kumuh di Roma tahun 1907. Lingkungan diatur sedemikian rupa sehingga dapat digunakan oleh anak-anak cacat mental di bawah lima tahun.
Ada prinsip-prinsip yang diyakini oleh Maria Montessori:

a. Menghargai anak
Setiap anak itu unik sehingga pendidik dalam memberikan pelayanan harus secara individual. Anak memiliki kemampuan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu pendidik harus menghargai anak sebagai individu yang memiliki kemampuan yang luar biasa.
 
b. Absorbent Mind ( pemikiran yang cepat  menyerap)
Informasi yang masuk melalui indera anak dengan cepat terserap ke dalam otak. Daya serap  otak anak dapat diibaratkan seperti sebuah sponse yang cepat menyerap air.  Untuk itu pendidik hendaknya jangan salah dalam memberikan konsep-konsep pada anak.

c.“sensitive periods” (masa peka). Masa peka dapat digambarkan sebagai sebuah pembawaan atau potensi yang akan berkembang sangat pesat pada waktu-waktu tertentu. Potensi ini akan mati dan tidak akan muncul lagi apabila tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, tepat pada waktunya. Montessori memberikan panduan periode sensitif atau masa peka ini dalam sembilan tahapan sebagai berikut:
 
Pekembangan anak, motesoere

d. Lingkungan yang disiapkan

1)Pendidik hendaknya menyiapkan suatu lingkungan yang dapat memunculkan keinginan anak untuk mempelajari banyak hal. Lingkungan yang disiapkan harus dirancang untuk menfasilitasi kebutuhan dan minat anak, sehingga pendidik harus meyediakan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak. 
2)Lingkungan ditata dengan berbagai setting sehingga anak tidak bergantung dengan orang dewasa. Lingkungan yang disiapkan ini membuat anak bebas untuk bergerak, bermain dan bekerja.

e. Pendidikan Diri Sendiri

Dengan lingkungan yang disiapkan oleh pendidik, memungkinkan anak dapat bereksplorasi, berekspresi, mencipta tanpa dibantu olah orang dewasa. Hasil yang diperoleh anak karena karyanya sendiri jauh luar biasa dan menakjubkan dibanding jika mereka dibantu. Karya yang dihasilkan beragam dan unik sedangkan yang dibantu hasil karya anak seragam dan sama. Jadi sebenarnya anak dapat belajar sendiri jika kita memberi fasilitas sesuai  dengan potensi dan minatnya.


4. Loris Malaguzzy
Seorang pendidik bernama Loris Malaguzzy terkesan dengan dedikasi para orang tua  dan menawarkan untuk membantu mereka mengembangkan sebuah pendekatan pembelajaran yang mengarah kepada kepentingan dari anak itu sendiri secara seutuhnya.

Pandangan L. Malaguzzy dengan Model Pembelajaran Reggio Emilia adalah:
a.memunculkan ide-ide yang diberikan anak atau dari minat anak.
b.Projek dapat diprovokasi oleh guru untuk membantu perkembangan anak.
c.Projek dapat diperkenalkan oleh guru melalui hal-hal yang menjadi minat anak. Misalnya: gedung-gedung tinggi, bentuk bangunan.
d.Projek harus merupakan sesuatu yang membutuhkan banyak waktu dalam pengerjaannya agar dapat berkembang dalam pengerjaannya, sehingga anak dapat mendiskusikan ide-ide baru untuk melanjutkan pengerjaan projek, untuk bernegosiasi (dengan teman kelompok atau teman-teman sekelas mengenai bagaimana mengerjakan projek tersebut), dan untuk melatih anak mengurangi konflik.
e.Projek harus memiliki bentuk yang kongkrit, menyangkut pengalaman yang ditemui anak dalam kehidupannya, penting bagi anak untuk lebih mengetahuinya, dan harus cukup ‘besar’ untuk memuat perbedaan pendapat. Selain itu, projek juga harus kaya akan ekspresi dalam penyajiannya.

Tujuan pembelajaran dalam Reggio Emilia adalah:
• Mengkomunikasikan kekuatan ide-ide dan hak-hak anak, potensi, dan sumber-seumber yang seringkali terabaikan
•Mempromosikan studi, penelitian, eksperimen dalam pembelajaran dengan konteks pembelajaran yang aktif, konstruktif dan kreatif.
• Meningkatkan profesionalisme guru, mendukung suatu kesadaran yang tinggi terhadap nilai-nilai kerjasama dan kebermaknaan hubungan antara anak dan keluarganya.
• Menjadikan topik utama dari nilai-nilai penelitian, observasi, interpretasi dan dokumentasi dari pengetahuan yang dibangun dari proses berpikir anak.
• Mengorganisasikan kunjungan terbimbing ke dalam program pendidikan, pameran budaya, seminar, dan kursus-kursus dalam issue pendidikan dan budaya anak usia dini.
Peranan guru dalam pendidikan dengan pendekatan Reggio Emilia adalah untuk:
• Membantu bagi anak dalam pengalaman belajar anak.
• Mendorong agar anak mengeluarkan ide-ide, cara pemecahan masalah dan konflik.
•Mengatur kelas dan benda-benda yang ada di kelas agar menjadi tempat yang menyenangkan.
• Mengatur jenis barang-barang di kelas agar dapat membantu anak membuat keputusan mengenai benda-benda yang akan digunakan.
• Mendokumentasikan perkembangan anak melalui visual, videotape, tape recorder, dan portfolio.
• Membantu anak melihat hubungan yang ada antara pembelajaran dan pengalaman yang didapatnya.
• Membantu anak mengekspresikan pengetahuan yang mereka dapatkan atau miliki melalui bentuk-bentuk presentasi.
• Membentuk hubungan yang baik dengan guru-guru lainnya dan para orang tua.
• Membuat dialog dan diskusi mengenai projek-projek yang dilakukan dengan para orang tua dan guru lainnya.
• Menjaga bentuk hubungan yang sudah terbentuk dalam diri anak antara rumahnya, sekolah, dan komunitas lainnya.

Pemikiran Malaguzzy yang mengedepankan kepentingan anak sebagai seorang individu yang unik dan model pembelajaran Reggio Emilia nya tersebut mengakomodasi kebutuhan anak untuk melakukan eksplorasi, menciptakan kreativitas serta menemukan hal baru. Selain itu, model pembelajaran tersebut mensinergikan peran orang tua dan komunitas di sekitar anak sebagai bagian dari pendidikan untuk anak.


5. Jean Piaget

Jean Piaget lahir di Switzerland (1896-1980). Ia mengembangkan teori kognitif (cognitif theory) sebagai pendekatan belajar.  Piaget sangat berminat tentang bagaimana manusia belajar dan mengembangkan intelektualnya dari lahir sampai hehidupan seterusnya. Ia memilih hidupnya untuk bereksperimen, observasi anak-anak termasuk anaknya sendiri dan menulis teorinya. Piaget telah memperkaya penegtahuan kita tentang pikiran anak dan pengaruh Piaget pada pendidikan anak usia dini.

Pandangan dasar teori kognitif Piaget pertama kerterlibatan anak secara aktif dengan lingkungan fisik melalui pengalaman langsung. Pandangan dasar kedua bahwa perkembangan intelektual berkembang terus menerus. Pandangan dasar ketiga bahwa anak sudah memiliki motivasi dalam diri untuk mengembangkan intelektual. 
Piaget mengaplikasikan konsep adaptasi tingkat mental dan menggunakannya untuk menjelaskan peningkatan perkembangan intelektual melalui tahapan berpikir. Mental manusia mengadaptasikan pengalaman lingkungan sebagai hasil yang melibatkan orang-orang, tempat dan sesuatu; hasil perkembangan kognitif.
 Menurut Piaget, melalui proses adaptasi dengan lingkungan perkembangan intelektual anak berkembang. Proses adaptasi terbagi 2 yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses pengambilan data melalui impuls-impuls/rangsang indera dengan pengalaman-pengalaman dan  berbagai kesan yang kemudian digabung menjadi pengetahuan tentang sesuatu (orang, benda). Akomodasi sebagai proses perubahan berpikir, berperilaku dan kepercayaan berdasarkan realitas. Berdasarkan pengalaman melalui inderanya seorang anak tahu tentang kucing. Pada saat anak melihat anjing dan anjing itu disebut kucing. Hal ini dinamakan asimilasi. Begitu anak tahu bahwa anjing itu bukan kucing, sehingga ia dapat membedakan anjing dan kucing. Perubahan pengetahuan tentang anjing dan kucing disebut akomodasi. Jadi asimilasi dan akomodasi terjadi bersama-sama dan saling mengisi, setiapkali anak beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungannya.


6. Ki Hajar Dewantoro

Menurut Ki Hajar Dewantoro, pendidikan dan pengajaran merupakan istilah yang berbeda. Pengajaran merupakan bagian dari pendidikan yang merupakan cara memberi ilmu pengetahuan dan kecakapan kepada anak-anak sehingga berguna bagi kehidupan lahir dan bathin. Pendidikan dapat bermacam-macam arti, maksud, tujuan, cara, bentuk, syarat, dan alat. Walaupun berbeda-beda pandangan dalam membahas pendidikan, ada dasar-dasar atau garis-garis yang sama dalam pandangan tersebut. Pendidikan merupakan tuntunan hidup bagi anak-anak. Tujuan pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak sebagai manusia dan anggota masyarakat sehingga dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tinginya. Tuntunan hidup itu bergantung pada kaum pendidik dalam membantu anak tumbuh dan berkembang. Dewantoro berpendapat bahwa anak-anak adalah mahluk hidup yang memiliki kodratnya masing-masing. Kaum pendidik hanya membantu menuntun kodratnya tersebut. Jika anak memilki kodrat yang tidak baik, maka tugas pendidik untuk membantunya menjadi baik. Jika anak sudah memiliki kodrat yang baik, maka ia akan lebih baik lagi jika dibantu melalui pendidikan. Kodrat dan lingkungan merupakan konvergensi yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Ada bagian-bagian dalam diri manusia yang dapat dan tidak dapat diubah, yaitu (1) yang dapat diubah yaitu kelemahan pikiran, kebodohan, pandangan yang kurang baik, kurang cepatnya berpikir, kecakapan dan lemahnya kemauan, ini disebut Intellegible; (2) yang tidak dapat diubah yaitu biologis yang menyangkut perasaan misalnya takut, malu, kecewa, egoisme, rendah diri, sosial, agama, berani. Perasaan tersebut tetap ada dalam diri manusia sampai anak menjadi dewasa. Jika anak dapat mengendalikan atau menahan perasaannya dengan kecerdasan pikiran dan kemauan kuat, maka anak menjadi baik. Tetapi jika anak tidak dapat menahan diri, maka tabiat asli anak akan terlihat. Pendidikan budi pekerti sangatlah penting menurut Dewantoro. Budi pekerti adalah watak atau tekadnya jiwa yang berazas pada kebatinan. Budi pekerti selalu menggunakan pikiran dan perasaan dalam menimbang atau mengukur sesuatu yang pasti dan tetap. Pikiran dan perasaan tersebut menghasilkan tenaga (perbuatan).

Pendidikan yang ada saat itu hanya berdasarkan pada naluri atau dorongan ingin mendidik, instink, kebiasaan, perkiraan sehingga bersifat tidak tetap atau bisa saja berubah-ubah pada si pendidik. Pendidikan yang teratur memiliki syarat-syarat sebagai berikut: (1) ilmu hidup bathin manusia (ilmu jiwa, psikologi), (2) ilmu hidup jasamani manusia (fisiologi), (3) ilmu keadaan atau kesopanan (etika atau moral), (4) ilmu keindahan atau ketertiban lahir (estetika), (5) ilmu tambo pendidikan (ikhtisar cara-cara pendidikan). Peralatan pendidikan adalah cara-cara mendidik yaitu (1) memberi contoh,  (2) pembiasaan, (3) pengajaran, (4) perintah, paksaan dan hukuman, (5) Laku (disiplin diri), (6) pengalaman lahir dan bathin.

Untuk rentang usia dalam pendidikan dibagi menjadi 3 masa, yaitu (1) masa kanak-kanak/kinderperiod usia 1 – 7 tahun, (2) masa pertumbuhan jiwa dan pikiran usia 7 – 14 tahun, (3) masa soialperiod atau terbentuknya budi pekerti usia 14 – 21 tahun. Sesuai dengan rentang usia tersebut, maka cara mendidik untuk masa kanak-kanak adalah dengan memberi contoh dan pembiasaan, untuk masa pertumbuhan jiwa dan pikiran dengan cara pengajaran dan perintah/paksaan/hukuman, dan untuk masa sosialperiod dengan cara laku dan pengalaman lahir – bathin.

Dewantoro  juga perduli dengan anak usia dini, dimana pada tanggal 3 juli tahun 1922 di Yogjakarta beliau mendirikan ”Taman   Siswa” diperuntukan bagi anak usia dibawah 7 tahun dengan nama ”Taman Anak” yang seterusnya dikenal dengan  ”Taman Indria”. Perkembangan Taman Siswa berikutnya berdiri sekolah rendah (sekolah dasar) dan sekolah lanjutan pertama. Pembagian sekolah  rendah disesuaikan dengan perkembangan anak menjadi dua bagian yaitu bagian ”Taman Anak” dari kelas I sampai dengan kelas III untuk anak berumur 7 sampai 9 tahun dan ”Taman Muda” dari kelas IV sampai dengan kelas VI untuk anak usia 10 sampai 12 tahun. 
Taman Indria bersemboyan ”tut wuri handayani” artinya bahwa taman ini memberi kebebasan yang luas selama tidak membahayakan anak. Sistem yang dipakai  adalah sistem ”among’’ dengan maksud memberi kemerdekaan, kesukarelaan, demokrasi, toleransi, ketertiban, kedamaian, kesesuaian dengan keadaan dan hindari perintah dan paksaan. Sistem ini mendidik anak menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya dan merdeka tenaganya serta dapat mencari pengetahuan sendiri.

Menurut Ki Hajar Dewantoro, di dalam kehidupan anak-anak, permainan mempunyai kedudukan dan arti yang sangat penting. Selama anak-anak tidak tidur dan tidak melakukan sesuatu pekerjaan maka ia sedang bermain. Dengan kata lain permainan mengisi sepenuhnya kehidupan anak-anak, dari bangun tidur sampai mereka tidur lagi. Permainan sangat bermanfaat bagi tumbuhnya budi pekerti, sosial-emosi, disiplin diri, ketertiban, kesetiaan dan kemampuan berpikir. Permainan  anak-anak Indonesia mempunyai corak yang beragam dan istimewa karena dilakukan dengan nyanyian. Permainan traditional yang sering dilakukan anak-anak Indonesia tersebut mengembangkan kemampuan matematika, jasmani, keberanian, motorik halus (cekatan) dan disiplin.

Jika kita analisis bagaimana Ki Hajar Dewantoro menggolongkan usia anak dengan jenis pendidikannya, ternyata gagasan beliau masih sesuai dengan konsep pendidikan anak usia dini terkini.



20.31.00

0 komentar: