CARA MEMBANGUN KECERDASAN ANAK DENGAN MUSIK

Kamis, 27 Juni 2013

Musik anak cerdas, musik untuk anak
Musik ternyata mampu mempengaruhi perkembangan intelektual anak sekaligus membuat anak pintar bersosialisasi. Tapi musik yang bagaimanakah itu ?

Pada tahun 1998, Don Campbell, seorang musisi sekaligus pendidik, bersama Seorang psikolog Dr. Alfred Tomatis, mengadakan penelitian untuk melihat efek positif dari beberapa jenis musik. Hasilnya dituangkan dalam buku mereka yang di Indonesia diterbitkan dengan judul Efek Mozart, Memanfaatkan Kekuatan Musik Untuk Mempertajam Pikiran, Meningkatkan Kreativitas dan Menyehatkan Tubuh. Banyak fakta menarik yang diungkap Campbell dan Tomatis. Diantaranya, adanya hubungan yang menarik antara musik dan kecerdasan manusia. Musik (klasik) terbukti dapat meningkatkan fungsi otak dan intelektual manusia secara optimal. Campbell kemudian mengambil contohkarya Mozart, Sonata in D major K 488 yang diyakininya mempunyai efek stimulasi yang paling baik bagi bayi. Sedangkan menurut Dra. Louise, M.M.Psi., psikologi sekaligus terapis musik dari Present Education Program RSAB Harapan Kita, Jakarta, sesungguhnya bukan hanya musik Mozart yang dapat digunakan. Semua musik berirama tenang dan mengalun lembut memberi efek yang baik bagi janin, bayi dan anak-anak. Lebih sering disebut efek Mozart sebab musik-musik gubahan Mozart-lah yang pertama kali di teliti. Tapi ternyata musik-musik dari composer lain juga patut diperdengarkan. Umumnya dari era Barok atau Romantik, seperti karya-karya Schubert, Schumman, Chopindan Tchaikovsky. “Saya sendiri sering memutarkan Vivaldi untuk diperdengarkan pada ibu-ibu hamil,” kata Louise. Menurutnya, selain memberikan efek relaksasi pada ibu yang sedang mengandung, musik juga merupakan bentuk rangsangan yang disarankan untuk memicu pertumbuhan sel otak janin.
Musik untuk kita sebenarnya diawali dari suara ibu. Jelas bahwa alunan musik memberikan manfaat bahkan sejak janin di dalam kandungan. “Mulai usia 10 minggu, janin sudah bisa mendengar suara-suara dari tubuh ibunya, seperti detak jantung dan desir aliran darah. Selanjutnya, sekita usia 16 minggu, janin mulai bisa mendengar suara-suara dari luar tubuh ibu,” terang Louise. Bermula dari situlah mereka belajar untuk mengenal lebih jauh lagi berbagai suara yang ada di dunia ini. “Karena pada usia 16 minggu, janin sudah bisa mendengar suara-suara, maka sebaiknya para ibu mulailah rajin untuk mendengar musik-musik yang bermanfaat bagi janinnya. Gunanya untuk merangsang perkembangan otak janin,” saran Louise. Pada tahun pertama kelahirannya, otak bayi akan berkembang dengan sangat cepatnya dibandingkan pada usia-usia lainnya. Peranan suara dan musik pada tahapan ini adalah sebagai stimulan yang dapat mengoptimalkan perkembangan intelektual dan emosional mereka. Bahkan menurut penelitianyang dilakukan oleh Anne Blood dari Universitas McGill di Kanada, suara degup jantung ibu yang didengar si bayi saat menyusupun dapat membuat berat bayi bertambah.

Harmoni musik
Untuk mengetahui mengapa alunan musik berpengaruh pada kecerdasan anak, ada baiknya kita mengenal musik itu sendiri. Musik memiliki 3 bagian penting, yaitu beat, ritme, dan harmoni. Kombinasi ketiganya akan menghasilkan musik yang enak. “Musik yang baik, adalah musik yang menyelaraskan ketiganya,” ujar Louise. Yang pasti, menurut Louise, di dalam otak manusia terdapat reseptor (sinyal penerima) yang bisa mengenali musik. Otak bayi pun sudah dapat menerima musik tersebut meski dengan kemampuan terbatas karena pertumbuhan otaknya belum sempurna. Nah, musik merupakan salah satu stimulasi untuk mempercepat dan mempersubur perkembangan otak bayi. Saat di kandungan, jelas Louise lebih lanjut, yang pertama kali berfungsi pada bayi adalah kecenderungan audible (pendengaran). “Gelombang suara bisa menembus dinding uterus dan cairan ketuban, sehingga otak bayi merespon ketika ada suara. “itulah sebabnya, mengapa para ahli menganjurkan agar ibu hamil sering mengajak janinnya berbicara, selain memperdengarkan musik. Setelah lahir, pendengaran bayi jadi lebih tajam. Musik pun akan terdengar lebih jelas. “Buktinya, ketika si bayi mendengar ibunya bersenandung atau mendengar musik/ nyanyian dari TV atau radio di sekitarnya, ia bisa ‘menikmatinya’.” Penelitian paling mutakhir mengenai belajar dan kreativitas, Campbell mengungkapkan bagaimana paparan terhadap bunyi, musik, dan bentuk-bentuk lain getaran, yang berawal rahim, mampu memiliki efek sepanjang hidup dalam kesehatan, pembelajaran dan perilak. Pada akhirnya, banyak penelitian yang menyimpulkan, suara-suara dan musik dapat membantu perkembangan bayi. Bukan itu saja, musik yang diperdengarkan sejak masa janin juga menjamin komunikasi dan menjalin bonding (ikatan) dengan anak bahkan sebelum ia dilahirkan.

Musik Membangun Rasa Percaya Diri Anak

Jelaslah bahwa bila sejak janin, anak-anak terbiasa mendengar musik-musik indah, banyak sekali manfaat yang akan dirasakan si anak. Bukan saja kognisi mereka meninkat lebih optimal, tapi juga membangun kecerdasan emosional. “Musik juga dapat menyeimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri. Ini berarti, menyeimbangkan perkembangan aspek intelektual dan emosional. Murid-murid juga mampu berpikir logis, cerdas, kreatif sekaligus empati,” kata Louise. Contohnya, penelitian di AS, murid-murid yang menyanyi atau memainkan alat musik, skor ujian akhirnya 50 poin lebih tinggi ketimbang rata-rata nasional. Sedangkan di Inggris, anak kelas 1 setingkat SD yang kemampuan membacanya di bawah rata-rata, dapat mengejar ketinggalan dengan teman-temannya yang sudah mampu membaca setelah mereka belajar bernyanyi dalam belajar kelompok melalui latihan ketepatan nada dan irama. Sayangnya, di Indonesia kurikulum SD yang menekankan pendidikan musik tampaknya masih sangat kurang kurikulum kita hanya menekankan perkembangan intelektual, dan kurang menekankan pada perkembangan kecerdasan emosi. Padahal, selain manfaat kognitif dan emosi, masih banyak lagi kegunaan musik bagi anak-anak. Contohnya, musik dapat meningkatkan perkembangan motoriknya,meningkatkan kemampuan berbahasa, matematika, sekaligus kemampuan sosialnya, dan membangun rasa percaya diri. Mengingat manfaat musik yang sungguh luas, kini juga mulai dikembangkan penggunaan musik untuk terapi. Dalam berbagai penelitian diperlihatkan bukti-bukti pemanfaatan musik untuk menangani berbagai masalah, dari kecemasan hingga kanker, tekanan darah tinggi, nyeri kronis, disleksia, bahkan penyakit mental. Contohnya, selama proses melahirkan, musik mampu meredakan kecemasan para calon ibu dan membantu mengeluarkan endorphin, “pemati rasa” sakit alamiah yang dimiliki tubuh, sehingga mengurangi kebutuhan akan anestesi.

Anak Menjadi Mandiri dengan Musik

Terapi musik juga dapat digunakanuntuk mengoptimalkan kemampuan dan potensi para tuna grahita,yaitu mereka yang mengalami keterbelakangan mental/Down syndrome (kategori feeble minded/ringan dengan IQ 50-77), gangguan emosi ringan, keterlambatan bicara, autisme, kekakuan otot ringan (cerebral palsy), hydrocephaly, dan asperger. Menurut sebuah kisah nyata yang terjadi di AS, seorang anak kecil bernama Leslie yang semula diperkirakanakan meninggal karena tuna grahita dan cacat fisik lain, bisa diselamatkan oleh perawatnya yang rajin memainkan piano di dekat tempat Leslie terbaring. Akibat terekspos permainan piano secara intensif, Leslie bukan saja bisa bangkit dari tidurnya sendiri, ia bahkan bisa memainkan lagu yang biasa dimainkan perawatnya. Leslie kemudian dianalisis, dan diyakini telah mendengarkan musik dengan konsentrasi penuh. Karena setiap hari mendengarkan musik, seperti halnya computer, otaknya menyimpan setiap komposisi yang masuk ke telinganya. Akhirnya, ia mampu memainkan kembali musik musik yang selalu datang padanya. Beberapa sekolah musik, salah satunya Kawai Music School di Jakarta, telah menyelenggarakan kursus musik untuk anak-anak yang kurang beruntung ini. Melalui program intervensi khusus yang didukung oleh pakar terapi musik, guru musik, musisi, neurology, psikolog serta dokter ahli gizi medik, anak-anak dengan kondisi handicapped ini mampu berkembang menjadi pribadi mandiri, bahkan mempu berkarya melalui keterampilan khusus di bidang musik.

Cara Memilih Jenis Musik
Menurut Louise, para ibu tidak harus selalu memperdengarkan musik klasik kepada bayi atau anak-anaknya. “Hanya saja, musik klasiklah yang sudah diteliti secara ilmiah untuk mengoptimalkan kecerdasan anak. Sedangkan jenis musik lain belum pernah.” Musik klasik umumnya digunakan sebab dasar-dasarnya sendiri menyerupai ritme denyut nadi manusia, sehingga lebih dimungkinkan jenis ini bisa “masuk” dalam perkembangan otak, pembentukan jiwa, karakter bahkan raga manusia.

Menurut penelitian musik klasik yang mengandung komposisi nada berfluktuasi antara nada tinggi dan nada rendah akan merangsang kuadran C pada otak. Sampai usia 4 tahun, kuadran B dan C pada otak anak-anak akan berkembang hingga 80% dengan musik.

Sedangkan menurut J. Siegel, dalam bukunya The Developing Mind, Toward a Neurobiology of Interpersonal experience, mengatakan, musik klasik menghasilkan gelombang alfa yang menenangkan yang dapat merangsang system limbic jaringan otak.Tapi ibu-ibu yang kurang menyukai musik klasik, tidak perlu kecil hati. Apa pun jenis musiknya, selama berirama tenang dan mengalun lembut, bisa diperdengarkan pada janin, bayi dan anak-anak. “pasti tetap memberi pengaruh yang baik.

Ada sorang pasien, seorang ibu hamil, lebih senang mendengarkan dengung sunda. Mungkin karena pengaruh kedekatan budaya, jadi si ibumerasa lebih rileks. Silahkan saja, bahkan kalau memang senang mendengarkanmusik jazz, atau bahkan gamelan, chanting (alunan pujian doa-doa yang diucapkan seperti bernyanyi), mengapa tidak,” kata Louise. Musik bersyair karya para pengarangIndonesia juga bisa digunakan untuk menstimulir janin, bayi dan anak-anak. Karya-karya ibu Sud, pak Kasur, dan A.T Mahmud contohnya, bisa diajarkan pada anak-anak karena disamping harmoninya yang lembut, syairnya pun banyak mengajarkan anak-anak untuk cinta tanah air, cinta Tuhan, dan untuk selalu hidup gembira. “Lagu Naik Delman, misalnya, bisa dinyanyikan untuk menemanni anak bermain, sehingga ia merasa bersemangat untuk melakukan aktivitasnya.

Sumber : Dikutip dan disarikan dari “INTISARI : Kumpulan Artikel Psikologi Anak 3”.



22.38.00

0 komentar: