LANDASAN TEORITIS IMPLEMENTASI AKREDITASI SATUAN PAUD

Selasa, 28 Agustus 2018

PAUD-Anakabermainbelajar----Partisipasi masyarakat dalam pendidikan dapat dilakukan secara perorangan, kelompok maupun lembaga, baik berupa yayasan maupun organisasi kemasyarakatan, termasuk yang diselenggarakan oleh pihak swasta. Pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa kreatifitas, meningkatkan peran serta atau partisipasi masyarakat dan meningkatkan sumber – sumber dana dalam rangka penyelenggaraan pendidikan. 

Partisipasi masyarakat dalam pendidikan akan lebih efektif terutama apabila hasil-hasil pendidikan itu dapat dinikmati oleh masyarakat itu sendiri. Namun, peningkatan partisipasi masyarakat dalam era otonomi ini terbatas. Karena itu, tidak tertutup kemungkinan terjadinya kesenjangan antar daerah dalam penyelenggaraan pendidik dapat ditekan.

Implementasi Akreditasi Satuan PAUD

PAUD merupakan salah satu jenjang yang paling strategis, serta menemtukan perjalanan dan masa depan anak secara keseluruhan, serta akan menjadi fondasi bagi penyiapan anak memasuki pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, bahkan akan mewarnai seluruh kehidupnya kelak di masyarakat.Oleh karena itu, PAUD harus memperoleh perhatian yang layak dari berbagai pihak, baik keluarga,pemerintah maupun masyarakat.Hal ini penting, karena diakui bahwa rentang usia dini merupakan saat yang paling tepat untuk mengembangkan berbagai potensi dan kecerdasan anak, sehingga pengembangan potensi secara terarah pada rentang usia tersebut akan berdampak pada kehidupan masa depannya. Sebaliknya, pengembangan otak dan potensi anak yang kurang tepat akan berakibat fatal pada perkembangan usia selanjutnya.(Mulyasa: 2012:2).

Pendidikan Anak Usia Dini (early child education/PAUD) sangat penting dilaksanakan sebagai dasar bagi pembentukan kepribadian manusia se`cara utuh, yaitu untuk pembentukan karakter, budi pekerti luhur, cerdas, ceria, terampil, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.Pendidikan Anak Usia Dini tidak harus selalu mengeluakan biaya yang mahal atau melalui suatu wadah tertentu, melainkan pendidikan anak usia dini dapat dimulai dirumah atau dalam pendidikan keluarga. (Asmawati:2012:13) seperti dalam hadist di bawah ini :

Artinya: “Tuhan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan”.(QS: Al-Mujadalah 58: 11)

Dalam implementasinya, PAUD berfungsi membina, dan menumbuhkembangkan seluruh potensi anak secara optimal, agar terbentuk perilaku dan kemampuan dasar yang selaras, serasi, dan seimbang dengan tahap perkembangannya sehingga memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasioanal. Sebagian besar PAUD diselenggarakan melalui jalur nonformal, dengan berbagai programnya yang dilakukan secara fleksibel, adaptif, dan situasional, sebagai langkah awal dalam pembinaan dan pengembangan pribadi anak. (Mulyasa:2012:4)

Kebijakan PAUD sebagai kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kebijakan publik, yang dikembangkan berdasarkan filsafat pendidikan, serta mengemban visi, dan misi, yang harus dipedomani dan dijadikan acuan oleh para penyelenggara, dan para pelaksana dilapangan.Nugroho (2008) menyatakan bahwa kebijakann pendidikan, adalah kebijakan publik dalam bidang pendidikan, berkenaan dengan kumpulan hukum atau aturan yang mengatur pelaksanana sistem pendidikan, yang mencakup tujuan pendidikan, standart pendidikan dan cara mewujudkannya.

Secara nasioanal, kebijakan yang mengatur pendidikan secara umum, yang didalamnya terdapat PAUD, dituangkan dalam Undang –Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidkan Nasional (Sisdiknas).Sebagai turunannya, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 19/2005 tentang Standar nasioanl Pendidikan ( SNP), beserta Permendiknasnya. (Mulyasa : 2012 : 5)

Mutu pendidikan merupakan salah satu isu sentral pendidikan nasional selain isu-isu pemerataan, relevansi, dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Perubahan UU No. 2 Tahun 1989 menjadi UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas diikuti dengan pemberlakuan kebijakan dalam penyelenggaraan pendidikan dasar yang bermutu. Kebijakan tersebut berfungsi untuk meringankan beban dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mencapai pendidikan minimal dengan mengutamakan pendidikan yang bermutu. Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu merupakan suatu.keharusan untuk merespon tuntutan-tuntutan globalisasi yang ditandai dengan perdgangan bebas diawal abad ke-21.

Dunia pendidikan di Indonesia sekarang ini mengalami beberapa permasalahan dan krisis seiring dengan munculnya krisis multidimensial bangsa yang belum kunjung terselesaikan. Secara umum krisis pendidikan di Indonesia diklasifikasikan menjadi empat pokok krisis, yaitu pertama, kualitas pendidikan yang masih rendah, kedua, relevansi produk pendidikan yang belum

seimbang dengan kebutuhan tenaga kerja, ketiga, elitisme, dan keempat, krisis manajemen sekolah yang belum tertata dengan baik. (Tilaar :2000 : 150)

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh berbuat keadilan, berbuat baik dan menolong kaum kerabat dan melarang dari perkara yang keji, mungkar dan dosa. Allah menasehati kamu moga-moga kamu menjadi ingat." (Q.S. AN-Nahl 16; 90)

Dari pendapat di atas pendidikan merupakan elemen penting dari kehidupan seseorang dan merupakan aspek strategis bagi suatu negara. Sifat pendidikan adalah kompleks, dinamis dan konstektual. Oleh karena itu, pendidikan bukanlah hal yang mudah atau sederhana untuk dibahas.

Kompleksitas pendidikan ini menggambarkan bahwa pendidikan itu sebuah upaya serius karena pendidikan melibatkan aspek kognitif, efektif dan ketrampilan yang akan membentuk diri seseorang secara keseluruhan menjadi manusia seutuhnya. (Nurkolis : 2003 : 6)

Sekolah merupakan satuan pendidikan yang bertugas menyelenggarakan pendidikan, dipandang sebagai organisasi yang didesain untuk dapat berkontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat suatu bangsa. Sebagai salah satu upaya peningkatan derajat sosial masyarakat bangsa, sekolah sebagai institusi perlu dikelola, diatur, ditata dan diberdayakan agar sekolah dapat menghasilkan produk atau hasil secara optimal.

Sekolah sebagai lembaga tempat penyelenggraan pendidikan, merupakan sistem yang memiliki berbagai perangkat dan unsur yang saling berkaitan yang memerlukan pemberdayaan. (Nanang Fattah:2002:1).

Dunia pendidikan tidak terlepas dengan adanya sebuah proses kegiatan evaluasi dan akreditasi yang sering sebagai tolak ukur berkualitasnya sebuah lembaga pendidikan formal maupun non formal. Proses evaluasi atau didalam bahasa inggris sering disebut dengan evaluation merupakan sebuah sebagai proses pengukuran dan pembandingan daripada hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai.

Sedangkan akreditasi berdasarkan UU RI No. 20/2003 pasal 60 ayat (1) dan (3) adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang bersifat terbuka. Kriteria tersebut dapat berbentuk standar seperti yang termaktub dalam pasal 35 ayat (1) yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.

Upaya merealisasikan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan terakreditasi tersebut, telah ditetapkan visi pendidikan nasional tahun 2020, yaitu:

“Terwujudnya bangsa, masyarakat, dan manusia Indonesia yang bermutu tinggi, maju, dan mandiri”. (Depdiknas: 2000:4).

Dari Visi di atas tentu senada dengan visi pendidikan nasional, yaitu: “pendidikan yang mengutamakan kemandirian menuju keunggulan untuk meraih kemajuan dan kemakmuran yang berdasar pada pancasila.” (F. Jalal :2000:63).

Upaya yang terus menerus dilakukan dan berkesinambungan diharapkan dapat memberikan layanan pendidikan bermutu dan berkualitas, yang dapat menjamin bahwa proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah sudah sesuai harapan dan yang seharusnya terjadi. Dengan demikian, peningkatan mutu pada setiap sekolah sebagai satuan pendidikan diharapkan dapat meningkatkan mutu sumber daya manusia secara nasional.

Agar mutu pendidikan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat, maka diperlukan standar pengukuran. Jika standar yang dikehendaki bersifat nasional, maka hendaknya standar tersebut juga harus bersifat nasional pula. Sebenarnya, akreditasi sudah dikenal banyak orang. Akreditasi yang dilakukan Badan Akreditasi Nasional (BAN) memberikan pengakuan pada kelayakan suatu lembaga pendidikan negeri maupun swasta, dalam memberikan pelayanan pendidikan. Sedangkan untuk tingkat PAUD akreditasi Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Non Formal (BAN PAUD DAN PAUD).

Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian (assesmen) sekolah yang dilakukan secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentukan kelayakan dan kinerja sekolah tersebut. Akreditasi mempunyai pengertian sebagai proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan dan kinerja lembaga atau suatu program pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas publik, alat regulasi diri (self regulation) di mana sekolah mengenal kekuatan dan kelemahan serta terus menerus meningkatkan kekuatan dan memperbaiki kelemahannya. 

Kegiatan Akreditasi PAUD

Pengertian ini akan lebih memberikan makna dalam hasil sebagai suatu pengakuan, suatu sekolah telah memenuhi standar kelayakan yang ditentukan. Kota Padangsidimpuan sebagai salah satu kota di Indonesia tidak luput dari kebijakan untuk melaksanakan akreditasi pada setiap lembaga atau satuan pendidikannya. Sebagian satuan pendidikan telah melaksanakan akreditasi di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan. Dalam melaksanakan akreditasi,lembaga tentunya tidak lepas dari kendala-kendala yang pasti muncul, baik kendala internal, maupun kendala ekternal.

Pelaksanaan akreditasi yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga evaluasi mandiri yang berwenang dibiayai oleh pemerintah. Hal ini penting untuk memenuhi sifat akuntabilitas publik, obyektif, adil, transparan dan komprehensif atas pelaksanaan akreditasi tersebut. Hal tersebut juga merupakan tanggungjawab pemerintah dalam memberikan jaminan pelayanan pendidikan yang bermutu. Penilaian kelayakan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan dan mengggambarkan ketepatan pengukuran dan evaluasi yang komprehensif sesuai dengan tujuan, proses, keluaran akreditasi satuan PAUD dan PAUD.

Akreditasi PAUD dan PAUD merupakan keharusan untuk semua satuan pendidikan PAUD dan PAUD. Mereka wajib mengajukan permohonan, bila telah siap satuan pendidikan melakukan evaluasi diri dengan menggunakan petunjuk teknis yang resmi dikeluarkan oleh BAN PAUD dan PAUD. Satuan pendidikan PAUD dan PAUD wajib memberikan jawaban jujur dan dokumen yang benar agar pembiayaan akreditasi oleh negara ini dapat berjalan efektif dan efesien. Satuan pendidikan PAUD dan PAUD harus mempersiapkan diri untuk mengikuti proses akreditasi. Hal tersebut harus dirancang sebagai usaha untuk memperbaiki mutu dan mengembangkan satuanpendidikan secara berkelanjutan.

Proses dan hasil akreditasi bersifat terbuka untuk diketahui publik. Masyarakat umum dengan demikian dapat melakukan pertimbangan dalam memilih satuan pendidikan berdasarkan mutu yang diinginkan. Hal ini juga diharapkan dapat mendorong satuan pendidikan PAUD dan PAUD untuk selalu mengembangkan budaya mutu di dalam pengelolaan/penyelenggaraan pendidikan. Dengan demikian maka satuan pendidikan PAUD dan PAUD akan selalu siap memberikan layanan terbaik disamping siap untuk menerima program-program terkait dengan peningkatan mutu lainnya. (BANPAUD-PAUD: 26).

Prinsip-prinsip yang dijadikan pijakan dalam melaksanakan akreditasi PAUD adalah objektif, komprehensif, adil, transparan, akuntabel dan profesional.

a. Objektif, Akreditasi pada hakikatnya merupakan kegiatan penilaian tentang kelayakan penyelenggaraan pendidikan yang ditunjukkan oleh

suatu sekolah. Dalam pelaksanaan penilaian ini berbagai aspek yang terkait dengan kelayakan itu diperiksa dengan jelas dan benar untuk memperoleh informasi tentang keberadaannya. Agar hasil penilaian itu dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya untuk dibandingkan dengan kondisi yang diharapkan maka dalam prosesnya digunakan indikator-indikator terkait dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan.

b. Komprehensif, Dalam pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah, fokus penilaian tidak hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu saja tetapi juga meliputi berbagai komponenpendidikan yang bersifat menyeluruh. Dengan demikian, hasil yang diperoleh dapat menggambarkan secara utuh kondisi kelayakan sekolah/madrasah tersebut.

c. Adil, Dalam melaksanakan akreditasi, semua sekolah harus diperlakukan sama dengan tidak membedakan sekolah atas dasar kultur, keyakinan, sosial budaya, dan tidak memandang status sekolah/madrasah baik negeri ataupun swasta. Sekolah harus dilayani sesuai dengan kriteria dan mekanisme kerja secara adil dan/atau tidak diskriminatif.

d. Transparan, Data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah seperti kriteria, mekanisme kerja, jadwal serta sistem penilaian akreditasi dan lainnya harus disampaikan secara terbuka dan dapat diakses oleh siapa saja yang memerlukannya.

e. Akuntabel, Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah harus dapat dipertanggungjawabkan baik dari sisi penilaian maupun keputusannya sesuai dengan aturan dan prosedur yang telah ditetapkan.

f. Profesional Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi. (Prinsip-prinsip Akreditasi: 23-24).


c. Standar Akreditasi

Akreditasi yang diberlakukan atas satuan pendidikan PAUD dan PAUD sedikitnya harus dipenuhi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015 yang merupakan perubahan kedua dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Kebijakan dan Mekanisme Akreditasi PAUD dan PAUD Tahun 2018 | 8 Dalam UU RI No.20/2003 Pasal 35 ayat 1, aspek yang perlu di standardisasi sebagaimana dikembangkan di dalam PP No.32/2013 yang merupakan perubahan PP No.19/2005 tentang Standar Nasional pendidikan, terdiri atas 8 standar, yaitu: (1) kompetensi lulusan, (2) isi, (3) proses, (4) pendidik dan tenaga kependidikan lainnya, (5) sarana dan prasarana, (6) pengeloaan, (7) pembiayaan, dan (8) penilaian. Hal ini dapat diartikan bahwa akreditasi adalah upaya menstandardisasi parameter ataupun indikator-indikator yang diuraikan dari ke delapan hal tersebut dan sesuai dengan keberadaan/karakteristik satuan pendidikan PAUD dan PAUD. Penguraian SNP untuk akreditasi satuan pendidikan PAUD dan PAUD menggunakan ketentuan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Secara rinci, ke delapan standar nasional tersebut menurut PP No.32/2013 yang merupakan perubahan pertama dari PP No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.

2. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai Kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

3. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan.

4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria mengenai pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan;

5. Standar Sarana dan Prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan rekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasI.

6. Standar Pengelolaan adalah kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

7. Standar Pembiayaan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasional satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun

8. Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

Terkait dengan Standar Kompetensi Lulusan khusus untuk Pendidikan Anak Usia Dini, sesuai dengan Permendikbud No.137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD dinamakan Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA), diartikan sama dengan bentuk-bentuk kemampuan anak pada usia dini tertentu. Peraturan menteri ini menggantikan Permendikbud No.58 Tahun 2009 tentang standar PAUD. Terkait dengan penilaian kelayakan program dan satuan di dalam proses akreditasi kedelapan standar tersebut dapat dikelompokan dengan standar yang terkait dengan penilaian mutu program dan standar yang terkait dengan kinerja satuan. Keterkaitan standar dengan program dan satuan tersebut dapat digambarkan berdasarkan masingmasing satuan pendidikan sebagai berikut:

Keterkaitan 8 Standar Nasional Pendidikan sebagai Penilai Satuan Pendidikan PAUD No. 8 Standar Nasional Pendidikan Satuan Program 1 Tingkat Pencapaian Perkembangan ,2 Standar Isi , 3 Standar Proses , 4 Standar Pendidik dan Tendik , 5 Standar Sarana dan Prasarana , 6 Standar Pengelolaan , 7 Standar Pembiayaan , 8 Standar Penilaian Pendidikan


d. Tujuan dan Manfaat Akreditasi

Tujuan akreditasi untuk pemerintah adalah usaha pengendalian dan penjaminan mutu pendidikan. Akreditasi merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban publik pemerintah atas mutu program dan satuan PAUD dan PAUD di wilayah Republik Indonesia. Dengan mendapatkan hasil peta mutu pendidikan yang berlangsung pemerintah dapat mengembangkan program-program pembinaan yang yang diperlukan bahkan sekaligus juga pengendalian

yang perlu dilakukan agar pelakupelaku di bidang pendidikan turut serta dalam usaha memberikan layanan pendidikan dengan mutu yang baik. Manfaat akreditasi antara lain:

1. Membangun budaya mutu secara berkelanjutan, terencana, dan kompetitif di tingkat kabupaten/kota, provinsi, regional, nasional, bahkan internasional.

2. Mendorong Satuan PAUD dan PAUD agar selalu berupaya meningkatkan mutu program PAUD dan PAUD.

3. Memanfaatkan semua informasi hasil akreditasi yang handal dan akurat sebagai umpan balik dalam upaya meningkatkan kinerjasatuanPAUD dan PAUD.

4. Sebagai peta mutu pendidikan di satu wilayah dan secara nasional.

5. Dapat mengakses sumber daya pendidikan dari pemerintah dan masyarakat.


e. Fungsi Akreditasi

Fungsi akreditasi pada dasarnya memberikan pengakuan akan kualitas/mutu satuan pendidikan melalui proses penilaian kelayakan atassatuan pendidikan PAUD dan PAUD untuk setiap jenjang dan jenis pendidikan. BAN PAUD dan PAUD menilai kelayakan tersebut berdasarkan kesesuaiannya dalam pemenuhan delapan (8) SNP.

Selain itu, akreditasi sebagai perlindungan sosial (social guarantee) kepada masyarakat dalam jaminan kualitas pendidikandan dapat dijadikan sebagai quality assurance yang diharapkan mengarahkan lembaga untuk menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan.

Akreditasi diharapkan dapat memacu lembaga tidak hanya sekedar mendeteksi keberadaan pemenuhan butir dalam bentuk dokumen (Aspek Compliance) tetapi juga untuk mendorong lembaga mengimplementasikan proses pendidikan sesuai dengan apa yang didokumentasikan (Aspek Performance).

BAN PAUD DAN PAUD merupakan suatu badan yang menjadi penjamin mutu pendidikan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.Proses penilaian akreditasi satuan PAUD menjadi tugas dan tanggungjawab BAN sebagai penjamin mutu.Standar yang telah ditetapkan tentunya menjadi penilaian penting dalam pelaksanaan akreditasi satuan PAUD.Tujuan dan Manfaat Akreditasi tentunya sangat berpengaruh terhadap peningkatan mutu satuan.

3. Ruang Lingkup Akreditasi PAUD

a. Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan Anak Usia Dini di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 14 disebutkan sebagai upaya pembinaan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun dan dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pada pasal 28 ayat 1 dinyatakan pula bahwa Pendidikan Anak Usia Dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar dan dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal (ayat 2). 

Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak, (TK), Raudatul Athfal(RA), atau bentuk lain yang sederajat (ayat 3) sedangkan ayat 4 mengatakan Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Standar Pendidikan Anak Usia Dini ini selain mengikuti undang-undang dan peraturan pemerintah diatas, juga mengikuti Permendikbud No. 137 tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD yang menggantikan Permendiknas No.58 tahun 2009 tentang standar PAUD dan mengikuti Permendikbud No.146 tahun 2014 tentang Kurikulum PAUD Nasional. 

Keluarnya Permendikbud No. 31 tahun 2014 tentang Kerjasama Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan oleh Lembaga Pendidikan Asing dan Lembaga Pendidikan di Indonesia yang bisa disebut sebagai Satuan Pendidikan Kerjasama (SPK), maka satuan ini juga dimasukan di dalam sasaran akreditasi pelaksana akreditasi PAUD dan PAUD. Peraturan ini dilihat sebagai aturan tambahan di dalam akreditasi satuan pendidikan PAUD, khusus untuk SPK. Dengan kondisi diatas maka akreditasi satuan pendidikan PAUD menggunakan instrumen akreditasi untuk PAUD, untuk akreditasi PAUD-SPK menggunakan instrumen gabungan yang merupakan instrumen akreditasi untuk PAUD serta Instrumen tambahan pendukung. 

Dengan penjelasan di atas maka sasaran akreditasi PAUD adalah bentuk satuan pendidikan yang meliputi Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), Bustanul Athfal (BA), Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), dan Satuan PAUD Sejenis (SPS).


b. Mutu Pendidikan

Mengingat pentingnya fungsi pendidikan, adalah keharusan lembaga yang harus memberikan layanan publik itu secara terus-menerus untuk meningkatkan mutu kinerjanya. Pengertian kualitas (quality) dan kualitas pendidikan (quality of education) dalam makna kualitatif dan kuantitatif barang kali mudah dilaksanakan, akan tetapi sukar dinyatakan di dalam realitas. Mutu dapat diartikan sebagai derajat kepuasan luar biasa yang diterima oleh kustomer sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.

Mutu pendidikan di sekolah diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam pengelolaan operasional dan efisien terhadap komponen- komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma atau standar yang berlaku. (Sudarwan Danim:2003: 78-79).

Terdapat banyak definisi tentang kualitas. Ada yang menyebutkan bahwa kualitas atau mutu adalah suatu nilai atau suatu keadaan. Namun, pada umumnya kualitas memiliki elemen-elemen sebagi berikut:

pertama, memenuhi atau melebihi harapan pelanggan, kedua, mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan, ketiga, merupakan kondisi yang selalu berubah. Berdasarkan elemen-elemen tersebut maka kualitas dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi bahkan melebihi harapan. (Nurkolis:2003:68)

Mutu pendidikan secara sederhana yaitu target khusus dari tujuan- tujuan pendidikan. (Indra Bastian:2006:184). Pada konteks pendidikan pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan.

Dalam proses pendidikan yaitu input yang meliputi bahan ajar (kognitif, afektif atau psikomotorik), metodologi, sarana sekolah, dukungan administrasi, sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang

dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. (B. Suryosubroto:2004:210)

Ada pendapat mengenai kriteria mutu pendidikan, mutu/ keberhasilan pendidikan itu dilihat dari tiga sisi, yaitu prestasi, suasana, dan ekonomi. Dua standar utama untuk mengukur mutu, yaitu:

(1) standar hasil dan pelayanan, dan (2) standar kustomer. Indakator yang termasuk ke standar hasil dan pelayanan adalah conformance to specification, fitness for purpose or use, zero defects, dan right first time, every tim. Terkandung makna di sini bahwa standar hasil pendidikan mencakup spesifikasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh oleh anak didik, hasil pendidikan itu dapat dimanfaatkan di masyarakat atau di dunia kerja; tingkat kesalahan yang sangat kecil; bekerja benar dari awal, dan benar untuk pekerjaan berikutnya. Indikator yang termasuk ke dalam standar kustomer adalah consumer satisfaction, exceeding customer expectation, dan delighting the customer. Dengan demikian, standar kustomer mencakup terpenuhinya kepuasan, harapan, dan pencerahan hidup bagi kustomer itu. (Sudarwan Danim,2003:79-80)

Pengelolaan mutu dilakukan melalui penggunaan tiga proses manajemen, yaitu:

a. Perencanaan Mutu

Perencanaan mutu pendidikan adalah aktivitas pengembangan produk dan proses yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Perencanaan ini melibatkan langkah-langkah universal, isi pokoknya sebagai berikut:

1. Menetukan siapakah pelanggannya

2. Menentukan kebutuhan pelanggan.

3. Mengembangkan keistimewaan produk yang menanggapi kebutuhan pelanggan.

4. Mengembangkan proses yang dapat menghasilkan keistimewaan produk.

b. Mentransfer rencana yang dihasilkan kedalam tenaga operasi. Pengendalian Mutu Terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengevaluasi kerja mutu nyata.

2. Membandingkan kinerja nyata dengan tujuan mutu.

3. Bertindak berdasarkan perbedaan.


c. Peningkatan Mutu

Penigkatan mutu adalah cara-cara kenaikan keja mutu ketingkat yang tak pernah terjadi sebelumnya (terobosan). Langkah- langkahnya sebagai berikut:

1. Membangun sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menjamin meningkatkan mutu tahunan.

2. Mengenali kebutuhan khusus untuk peningkatan proyek peningkatan.

3. Untuk setiap produk bentuklah satu tim proyek dengan tanggungjawab yang jelas untuk membawa proyek meraih keberhasilan.

4. Memberikan sumber daya, motivasi dan pelatihan yang dibutuhkan oleh tim untuk mendiagnosa sebabnya, merangsang penetapan cara penyembuhan dan menetapkan kendala untuk mempertahankan perolehan. (J.M. Juran:1995:22-24)


c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pendidikan Sekolah

Sekolah merupakan satuan pendidikan yang bertugas menyelenggarakan pendidikan, dipandang sebagai organisasi yang didesain untuk dapat berkontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas hidup bgi masyarakat suatu bangsa. Sebagai salah satu upaya peningkatan derajat sosial masyarakat bangsa, sekolah sebagai institusi perli dikelola, diatur, ditata dan diberdayakan agar sekolah dapat menghasilkan produk atau hasil secara optimal.

Dari pendapat para ahli, sekolah sebagai lembaga temapat penyelenggraan pendidikan, merupakan sistem yang memiliki berbagai perangkat dan unsur yang saling berkaitan yang memerlukan pemberdayaan. (Nanang Fattah:2002:1)

Komponen-komponen yang perlu ditingkatkan kualitasnya sehingga menghasilkan mutu pendidikan sekolah yang baik, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Kurikulum dan Program Pengajaran

Kurikulum berasal dari bahasa latin “curriculum”, semula berarti “a running course, specialy a carriot race”, istilah ini digunakan untuk sejumlah course atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai gelar atau ijazah. Secara tradisional kurikulum diartikan sebagai mata pelajaran yang diajarkan sekolah. (S. Nasution:1993:9)

Secara operasional kurikulum dapat didefinisikan sebagi berikut:

1. Suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah yang dilaksanakan dari tahun ketahun.

2. Suatu usaha untuk menyampaikan asas dan ciri terpoenting dari suatu

rencana pendidikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan pendidikan di sekolah.

3. Tujuan pengajaran, pengalaman belajar, alat-alat belajar dan cara penilaian yang direncanakan dan digunakan dalam pendidikan.

4. Bahan tertulis yang dimaksudkan untuk digunakan oleh pendidik dalam melaksanakan pengajaran untuk para peserta didiknya.

5. Suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Subandijah:1996:2-3)

Kurikulum merupakan aktivitas apa saja yang dilakukan skolah dalam rangka mempengaruhi anak dalam belajar, mengatur strategi dalam proses belajar mengajar, cara mengevaluasi program pengembangan pengajaran dan sebagainya, dimana kurikulum mempunyai unsur penting, yaitu;

1. Tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan tersebut.

2. Pengetahuan (knowledge), informasi, data-data, aktivitas-aktivitas, dan pengalaman dari mana kurikulum tersebut dibentuk.

3. Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh para pendidik untuk mengajar dan mendorong perserta didik belajar dan membawa mereka kearah yang dikehendaki kurikulum.

4. Metode dan cara penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai Kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan dalam kurikulum. (Nur Uhbiyati :1999:75-76)

Program pendidikan yang berkualitas terdapat 7 (tujuh) kriteria yang harus ada dalam program pendidikan tersebut: pertama, program pendidikan harus menarik, atraktif bagi siswa, orang tua, masyarakat lokal atau sponsor, pemodal potensial dan orang-orang yang menjalankan program itu sendiri seperti pengajar, administrator dan stafnya. Untuk menjadi atraktif maka program pendidikan harus responsif terhadap kebutuhan dan ketertarikan populasi khusus saat itu atau calon siswa.

Kedua, program pendidikan harus bermanfaat karena program pengajaran bisa saja atraktif, tetapi tidak berkualitas tinggi bila mengabaikan pentingnya masalah. Kebutuhan, dan perhatian masyarakat dimana lembaga pendidikan itu berada.

Ketiga, program pendidikan harus kongruen dalam arti terdapat kesesuaian antara yang ditawarkan dengan kenyataannya. Pengalaman belajar akan berkualitas apabila materi yang diberikan sesuai dengan yang dijanjikan lembaga pendidikan itu sebelumnya dan nilai-nilai yang diekspresikan sesuai dengan gaya belajar individual dan keputusan institusional.

Keempat, program pendidikan harus memiliki ciri khusus atau berbeda dengan lembaga pendidikan lain. Namun demikian program pendidikan yang berkualitas tidak harus berbeda sama sekali dengan lembaga lain. Perbedaan itu dapat derefleksikan pada tujuan khusus, sifat, dan orang-orang dalam lembaga. Untuk mengembangkan lambaga pendidikan yang berkualitas harus memperhatikan sejarah khas lembaga tersebut sperti misi, tujuan, gaya, sumber daya, proyeksi masa depan, dan adanya bimbingan dalam mendesain program pendidikan.

Kelima, program pendidikan harus efektif. Pendidikan akan berkualitas bila hasil belajar yang dimaksud telah didefinisikan secara jelas dan pencapaian

belajar didokumentasikan serta dikomunikasikan secara persuasif. Oleh karena itu perlu adanya evaluasi untuk mengetahui hasil yang diharapkan sudah tercapai atau belum.

Keenam, program pendidikan harus fungsional dalam arti memiliki pengajar yang akan memepersiapkan dan membantu peserta didik untuk berkembang. Selain itu juga membantu peserta didik untuk mengembangkan intelektualitas, personal atau kepribadian, pekerjaan atau keterampilan khusus, etika dan sikap yang akan bermanfaat dalam kehidupan masyarakat mendatang yang kompleks dan berubah-ubah. Ketujuh, program pendidikan harus tumbuh dalam arti menyediakan bebagai cara untuk mengukur kebutuhan peserta didik. Juga membantu siswa untuk terus tumbuh dan berkembang tingkat kematangannya dengan cara yang memuaskan. Perkembangan yang diperhatikan adalah kognitif, afektif, etika, moral, sosial, fisik, dan dimensi-dimensi intrapersonal. (Nurkolis, M. M, :2003:78)

b. Tenaga Kependidikan

Telah banyak referensi yang memuat pendapat para ahli mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga kependidikan, terutama tenaga akademik yang melakukan tugas mendidik dan mengajar, dan mereka harus memenuhi kriteria minimal. Jika ditelaah secara seksama beberapa referensi yang relevan, maka kualifikasi yang harus dimiliki oleh tenaga pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis, yaitu: (1) fisik, (2) pribadi, (3) profesional, dan (4) sosial.

Kualifikasi pertama berkaitan dengan aspek-aspek kesehatan fisik, ciri- ciri khusus fisik dan daya dukung kemampuan verbal. Kualifikasi kedua berkaitan dengan aspek-aspek kepribadian tenaga pengajar, seperti keimanan, kepribadian sebagai insan Pancasilais, dan normal secara kejiwaan. Kualifikasi ketiga berkenaan dengan tugas-tugas teknis pengajaran dan penguasaan materi bahan ajar dengan segala perangkat pendukungnya yang terkait langsung, serta kemampuannya menciptakan kondisi anak didik menjadi masyarakat belajar (learning society) yang kian dirasakan mendesak pada era globalisasi ekonomi dan informasi ini. Kualifikasi keempat berkaitan dengan fungsi tenaga kependidikan sebagai bagian integral dari anggota masyarakat Indonesia yang Pancasilais. (Sudarwan Danim:2003:82)

c. Kepemimpinan

Proses pendidikan di sekolah bukan hanya belajar mengajar saja, dengan berbagai komponen-komponen yang ada tidak serta merta menjadikan sekolah tersebut sebagai lembaga pendidikan yang terkelola secara baik, efisien dan efektif. Kepemimpinan manajerial sekolah sangat penting, kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan umumnya.

Kepala sekolah sebagai figur kunci dalam mendorong perkembangan dan kemajuan sekolah. Kepala sekolah tidak hanya meningkatkan tanggungjawab dan otoritasnya dalam program-program sekolah, kurikulum, dan keputusan personal, tetapi juga memiliki tanggungjawab untuk meningkatkan akuntabilitas keberhasilan siswa dab programnya. Kepala sekolah harus pandai dalam memimpin kelompok dan pendelegasian tugas dan wewenang. (Nurkolis:2003:119)

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pimpinan sekolah untuk melakukan kajian kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, akan sangat membantu dalam mengorrganisasikan lembaga pendidikannya.

Ada suatu pendapat bahwa pendidikan berkualitas adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi: pertama, pembelajar sepanjang hayat. Kedua, berketrampilan teknologi untuk lapangan kerja dan kehidupan sehari-hari. Keempat, siap secara kognitif untuk pekerjaan yang kompleks, pemecahan masalah dan penciptaan pengetahuan. Kelima, menjadi warga negara yang bertanggung jawab secara sosial, politik dan budaya. (Nurkolis:2003:71)

d. Keuangan dan Pembiayaan

Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal ini menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah.Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar mengajar di sekolah bersama komponen-komponen lain.

Dari pendapat para ahli setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari maupun tidak disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu dikelola dengan sebaik-baiknya, agar dana-dana yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan. (E. Mulyasa :2013:47-48)


e. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana sekolah adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat- alat dan media pengajaran. Adapun yang dimaksud prasarana pendidikan adalah fasilitas yang tidak secara langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, dan lain sebagainya.


Sarana dan prasarana harus diatur dan dikelola dengan baik dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi: kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi, dan penghapusan serta penataan.

Pengelolaan sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun murid untuk berada di sekolah. Di samping itu juga diharapkan tersedianya alat-alat atau fasilitas belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif dan relevan dengan kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan pengajaran, baik oleh guru sebagai pengajar maupun murid-murid sebagai pelajar. (E. Mulyasa :2013:50)


f. Hubungan Sekolah dengan Masyarakat

Hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain untuk (1) menunjukan kualitas pembelajaran, dan pertumbuhan anak; (2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat; dan (3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, banyak cara yang bisa dilakukan oleh sekolah dalam menarik simpati masyarakat terhadap sekolah dan menjalin hubungan yang harmonis antara sekolah dengan masyarakat.Melalui hubungan yang harmonis, diharapkan tercapai hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu terlaksananya proses pendidikan di sekolah dengan masyarakat secara produktif, efektif, dan efisisen sehinggga menghasilkan lulusan sekolah yang produktif dan berkualitas.

Lulusan yang berkualitas ini tampak dari “ penguasaan peserta didik terhadap ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat dijadikan bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya atau hidup di masyarakat sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup”. (E. Mulyasa :2013:52)



20.01.00

0 komentar: